Jumat, 26 Desember 2008

AKHIR NYA

Dari keempat obyek arsitektur yang saya kunjungi, ada beberapa hal yang bisa saya ambil sebagai catatan saya. Dengan menyandingkan diantara empat obyek tersebut, atau tanpa membandingkan maka catatan tersebut adalah:

§ Guna jalan dari keempat obyek secara herarkhi dapat saya katakan bahwa, di Tanganan berguna sebagai tempat interaksi antara penghuni, dan merupakan bagian yang menyatu yang tidak bisa dilepaskan dengan rumah, karena sebagian kegiatan dilakukan di jalan yang ditengahnya ada bangunan sebagai tempat kegiatan bersama. Di Panglipuran Jalan adalah jalan, sebagai sarana transfortasi, namun katerikatan antara rumah di kanan dan di kiri jalan masih terasa. Semakin hilang keterkaitan antar rumah ketika berada di Baha, kesan hidup indivudal sangat terasa, mungkin disebabkan karena jalan benar berguna sebagai jalan, dapat dilalui oleh berbagai macam kendaraan dengan cepatnya. Di GWK saya lihat adanya suatu konsep menghadirkan pola jalan di Tenganan untuk ruang terbukanya dengan skala yang lebih besar. Ruang terbuka ini sebagai pusat orientasi dari potongan-potongan tebing kapur, sebuah proses berfikir postmodern yang rapi.

§ Kehadiran gapura di Tenganan terasa sebagai pintu masuk “rumah”, terlebih untuk memasukinya harus menaiki tangga, privacy nya betul-betul terjaga. Sedangkan di Panglipuran karena tidak hadirnya pintu terkesan lebih terbuka, sehingga siapapun dapat memasukinya, karena memang kegiatan masyarakat sebagian besar dilakukan di dalam rumah, hal ini akan mengurangi ke-privacy-annya. Sedangkan di Baha, kehadiran gapura hanya sebagai simbul belaka, pintu masuk bisa melalui lubang lainnya. Naum sebenarnya ada juga beberapa yang memanfaatkan gapura sebagai pintu masuk. Secara bentuk tampilan gapura kelihatannya tidak ada sesuatu ketentuan, demikian juga dengan penghadiran olah ragam hias, bahan dan bentuk. Untu di Baha, kehadiran gapura hanyalah sebuah ’prasyarat’.




§ Bentuk masa bangunan yang ’bentuknya’ menarik menurut saya adalah bale bengong, dan bale maten untuk di Panglipuran. Bila membandingkan secara guna saya kira tidak dapat, namun kehadirannya sebagai pusat aktifitas menjadi keutamaan bangunan ini. Bentukkannya betul-betul menggambarkan sebagai bentuk aristektur nusantara yang melindungi, melingkupi, ”ayom” dan natural. Untuk yang di Baha, bentuk bale bengong ini mirip dengan lumbung di Lombok, apa kaitannya??.

§ Dari seluruh perjalanan arsitektur saya pada 9 -12 Desember 2008, benar-benar membuka wawasan arsitektur saya, khususnya arsitektur nusantara. Namun perlu kiranya kalau saya mau mengeksplor lebih dalam lagi tentang arsitektur bali, saya harus bekerja keras mencari beberapa literatur. Namun bila kiranya ada yang mau membantu saya dalam membuka wawasan tentang arsitektur bali, saya sangat berbahagia sekali. Khusus tentang nama-nama, istilah-istilah dalam tulisan saya di atas saya mohon masukannya.

§ OK, selamat menikmati.

1 komentar: